Di saat carut marut dunia perpolitikan dan kehidupan bernegara yang minim tauladan, diharapkan akan ada revolusi besar yang akan mengentaskan kita dari keadaan yang durjana ini (ha ha..lebay mode on). Tentu saja motor penggerak yang diharapkan mampu mencapai lokomotif perubahan tersebut adalah generasi muda, tak tersangkalkan pemuda sebagai agen perubahan adalah harapan pertama dan terakhir bagi perubahan di negeri ini.

Marilah kita tengok pemuda kita sekarang, banyak sudah prestasi yang membanggakan yang mereka torehkan bahkan pada level internasional, tapi sayang karena bukan prestasi itu yang ingin saya ungkapkan di sini. Seperti bulan yang memiliki sisi terang dan gelap, begitu pula dengan pemuda kita. Pendek kata, di antara sekian banyak pemuda yang berprestasi ada pula pemuda yang ingin meraih hasil instan untuk meraih hasil yang memuaskan, dengan mencontek misalkan. Hal ini tentu kontra produktif dengan harapan di atas, so………terdapat kesenjangan antara harapan dan kenyataan.

Kejujuran sebagai tonggak kearifan dan manifestasi adiluhungnya afektif, harus di cederai dengan tindakan licik dengan menyontek atau bekerja sama dalam ujian. Kenapa mencontek begitu merisaukan?, Pendidikan merupakan kawah candradimuka yang diharapkan mampu mencetak insan cerdas, agamis, dan jujur begitu tujuan mulia tersebut di nodai dengan tindakan negatif dan di lakukan secara massive maka akan signifikan dalam membentuk mental negatif pula.

Namun anehnya, dari masa ke masa perkembangan dunia percontekan tidak ada perkembangan yang signifikan. Sebagai pengajar tentu kita sudah hafal betul dengan perilaku siswa yang mencontek, berikut beberapa modus operandi yang sering tertangkap mata:

  1. Nyontek sopan: siswa mengambil posisi bersandar di kursi, kemudian membisikkan jawaban pada temannya yang di bangku belakang (kalo ketangkep mata pengawas pake pura-pura garuk kepala)
  2. Nyontek nekat:  dengan menyelipkan jawaban pada kotak rautan pensil dan mengedarkannya lintas bangku (tapi mudah banget ketebak pengawas)
  3. Nyontek ekstrim: dengan langsung menghadap temannya yang duduk di belakang dan menanyakan jawaban, ini modus yang nekat dan kepepet (model gini harus langsung dimasukan berita acara bung)
  4. Nyontek pw: dengan mengambil posisi tidur dan menempelkan pipi di meja, kemudian dilanjutin menghadap ke posisi target yang dianggap pandai (kalo pas di liat pengawas, cara menghindari gampang tinggal merem and pura-pura tidur)
  5. Nyontek jadul: gaya konvensional banget nih yang kelima, dengan mengambil posisi tangan pada kondisi ideal dan mengangkat satu jari untuk jawaban A, dua jari untuk B dan seterusnya.
  6. Nyontek bonek, ini gaya mencontek yang biasanya terjadi pada detik-detik akhir menjelang waktu habis. Gaya yang digunakan adalah dengan menendang kursi temannya yang ada di depan, begitu kawan menoleh penanya langsung sigap mencecar berbagai jawaban.
  7. Nyontek habis akal adalah dengan membuat contekan di kertas kecil kemudian dilipet, ada yang dimasukkan dalam kotak pensil, penggaris atau cukup di sakuin aja.
  8. Nyontek kikuk, Si peserta didik keseringan liat ke pengawas (jadi GR nich/ ha ha….kemarau), mudah banget ketebak kalo gelagatnya kayak gitu (pasti sedang mencari posisi wuenak), solusinya tinggal samperin dan tebar senyuman pasti yang bersangkutan tau maksudnya.

Pertanyaannya, gaya manakah yang sering diterapkan? ha ha just kidding…..

Dalam mengemban tugas sebagai pendidik maka tidak ada alasan bagi kita untuk memberikan kelonggaran peserta didik untuk melaksanakan perbuatan curangnya, metodenya yang begitu konvensional dan terkesan kuno sangatlah mudah untuk ditebak dan untuk selanjutnya diluruskan dengan bahasa yang santun dan tidak mencederai peserta didik.

Tidaklah mengapa diberikan cap sebagai “killer”, tidak masalah di cibir peserta didik, tidak menjadi galau dengan anggapan mereka. Mengapa demikian, karena justru kita menolong mereka untuk tidak lebih dalam masuk dalam jurang kebodohan dan kecurangan.

About JavAurora

JavAurora is a blog that I created, Ericka Darmawan. I work as a lecturer at Tidar University, a State University in the City of Magelang. I completed my doctorate (Dr.) at State University of Malang (Universitas Negeri Malang/UM) in the field of Biology education. My research revolves around developing learning models, Ecological education, and Disaster Mitigation learning. Should you want to know further information on my academic works, please visit https://scholar.google.co.id/citations?user=Yk53JMsAAAAJ&hl=en&authuser=1

6 responses »

  1. Hahahaha. Nice post pak. 😉
    Yah, semoga dengan adanya postingan bapak, kami lebih berhati-hati dalam mencontek atau mencari strategi lain. Hehehe 😀
    Nice post deh pak ;))

  2. miyosi chan says:

    ehm………. mungkin karena kebiasaan menyontek sehingga koruptor bertebaran di mana-mana Pak.
    Miris

  3. Hahaha. Bercanda kok pak 😀 Ya sekarang sudah jujur pak, tapi hasil biologi saya, yaaa lumayanlah pak, lumayan hancur maksudnya. Hehe -_-

Leave a reply to Rizka Martha Putrialuki Cancel reply